Menjadi Proletar dalam Politik Pendidikan

 Menjadi Proletar dalam Politik Pendidikan 

Dimas Galih & Lutfiah Ramadhani

BEMP Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta


PENDAHULUAN / PENGERTIAN 


Abstrak

Uang tidak bisa dipisahkan dari segala aspek kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia perlu uang. Untuk mencapai dalam strata sosial tertinggi, manusia juga perlu uang. Termasuk dalam pendidikan. Dari pendidikan, manusia bisa menghasilkan uang. Begitu sebaliknya, tanpa uang manusia tidak bisa mendapatkan pendidikan yang setara. Padahal, pendidikan adalah hal yang fundamental dalam kehidupan manusia


Pendidikan 

Sebagai institusi sosial, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari masyarakat dengan segala aspeknya. Pendidikan sangatlah penting keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, dan dapat dikatakan bahwa kemunduran negara adalah karena kelalaian pendidikan. Karena pada hakikatnya, proses kehidupan seorang manusia adalah proses pendidikan, dan sebaliknya proses pendidikan adalah proses kehidupan seorang manusia. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan bidang kehidupan manusia yang paling penting dan mendasar untuk kemakmuran bangsa dan proses menuju bangsa yang cerdas yang mengarah pada kemakmuran. 


Dalam perundang-undangan tentang Sistem Pendidikan No. 20 Tahun 2003, mengatakan bahwa Pendidikan adalah sebuah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat”.  Pendidikan merupakan sebuah proses humanisme yang selanjutnya dikenal dengan istilah memanusiakan manusia. Oleh karena itu kita seharusnya dapat menghormati hak asasi setiap manusia. Setiap komponen dalam sistem pendidikan haruslah dapat saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Bapak pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai, “Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yaitu adalah pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”. 


Pendidikan sangatlah menentukan tingkat kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat, dengan pendidikan yang berkualitas, dapat dipastikan lahirnya masyarakat dan bangsa yang berkualitas yang pada gilirannya dapat mengantarkan kehidupan bangsa yang cerdas. Begitupun sebaliknya, manakala pendidikan tidak berkualitas, maka akan lahirnya masyarakat yang kehidupannya jauh dari standar hidup bangsa yang cerdas dan berkualitas. 


Kapitalisme 

Kapitalisme merupakan sebuah teknik pertukaran kekayaan yang berhimpunan dan diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk mendapatkan keuntungan, distribusi dan produksi. Kapitalisme adalah sebuah cara atau metode yang dirancang dalam rangka untuk mendorong pengembangan profitable melewati sekat-sekat mengarah pada skala nasional dan internasional. Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat atas alat-alat produksi dan distribusi yang pemanfaatannya untuk mencapai kaba dalam kondisi yang sangat kompetitif. Adam Smith mendefinisikan Kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi bercirikan kepemilikan perorangan atas perkakas produksi, distribusi, dan pendayagunaan untuk mendapatkan keuntungan dalam keadaan yang kompetitif. 


Kapitalisme merupakan orde pergaulan hidup yang hadir dari sistem produksi, memisahkan pegawai rendahan dan alat-alat produksi. Dengan demikian, kapitalisme lebih mengemuka dari ciri-ciri produksi dan menjadi penyebab nilai lebih, karena tidak jatuh ke tangan kaum buruh, melainkan jatuh ke tangan kaum majikan. Karena itu pula, kapitalisme menyebabkan akumulasi kapital, konsentrasi kapital dan sentralisasi kapital. Tidak terbantahkan bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individual. Kendati demikian, orientasi individu merupakan tahap awal bagi kepentingan publik atau sosial. Dengan kata lain, sebuah sistem pemaksimalan keuntungan individu melalui kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik.


Menurut Karl Marx (dalam Masoed, 2002), kapitalisme adalah sebuah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam sistem kapitalis ini, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar demi keuntungan bersama, melainkan hanya untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Adapun ciri-ciri dari kapitalisme itu sendiri antara lain (Peters, 2011): Kapitalisme bersumber dari liberalisme. Liberalisme adalah paham yang menyatakan bahwa negara tidak boleh ikut campur tangan dalam berbagai sendi kehidupan warga negaranya, sehingga negara hanya dibatasi kepada menjaga ketertiban umum dan penegakan hukum. 


Kapitalisme Pendidikan

Konsep pendidikan untuk semua (education for all) merupakan konsep yang berisi semangat pemenuhan rasa keadilan masyarakat dalam pendidikan, karena pendidikan sejatinya merupakan hak dasar yang mutlak untuk diperoleh oleh semua orang tanpa terkecuali, namun sayang kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan seringkali masih dirasa berat untuk dienyam bagi sebagian masyarakat. Banyak masyarakat yang merasa tidak mendapat pendidikan secara rampung karena keterbatasan pada biaya. Bertolak dari kenyataan pahit ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah suatu hal yang mewah untuk diakses, sehingga tidak dapat dijangkau dengan kondisi ekonomi yang tidak memadai. Sehingga tidak heran pada setiap awal tahun ajaran baru dimulai, sering rasanya kita mendengar berita tentang keluhan terhadap biaya sekolah yang makin hari makin melonjak, bahkan tak jarang beberapa orang tua menggadaikan barang berharganya demi menyekolahkan sang anak tersayang. 


Budaya kapitalis telah merambah dunia pendidikan dengan kejam. Nyatanya, dunia pendidikan pun tidak luput dari kekejaman penjarahan para kapitalis yang cenderung hanya berbicara dengan uang dan keuntungan materil. Pendidikan dikuasai oleh pemilik uang, orang kaya menjadi kelompok elit dalam dunia pendidikan. Sedangkan kelompok miskin, hanya menjadi kelompok marginal dan diam di tempat, dan menonton panggung sandiwara para kapitalis. Budaya yang muncul dalam pendidikan adalah budaya yang cenderung mengajarkan sikap hedonism, materials, pragmatism, dan budaya instan lainnya. 


Kapitalisme pendidikan telah menciptakan cara berpikir yang sudah jauh dari cita-cita yang bangsa miliki, sekolah saat ini sudah tidak lagi mengembangkan semangat belajar yang sejati, melainkan menjadikan para murid sebagai pelayan kapitalisme. Sekolah tidak menanamkan kecintaan pada ilmu atau mengajarkan keadilan, antikorupsi, atau penindasan lagi, di masa sekarang sekolah lebih menata fokusnya pada pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang telah dirancang untuk mendapatkan sertifikat yang merupakan bukti dari legitimasi individu dalam memainkan perannya di pasar tenaga kerja yang tersedia. 


CATATAN HISTORY 


Pertumbuhan kapitalisme bersamaan dengan revolusi inggris pada abad ke-17, sebagai sebuah episode dalam kebangkitan umum kaum borjuis. Kaum borjuis adalah pemimpin dan ahli waris utama revolusi Perancis. Kaum borjuis diilhami oleh sudut pandang rasional pencerahan. Akhirnya, menganggap para bangsawan sebagai rintangan bagi perkembangan dan kemajuan bangsa. Sejarawan Perancis menyimpulkan bahwa penyebab utama dari revolusi adalah kekuatan kaum borjuis yang mencapai kematangannya dan berhadapan dengan kaum bangsawan yang memaksa mempertahankan hak-hak istimewa. Ketika menentang Rezim Lama, kaum borjuis memandang dirinya sedang memenuhi cita-cita para pelopor pencerahan dan menyelamatkan semua umat manusia. Akan tetapi, pertimbangan pencapaian sosial dan ekonomis tidak menjelaskan mentalitas reformis kaum borjuis (Perry, 2014).  


Wajah kapitalis sekarang telah jauh berlainan dari kapitalisme pada abad ke-19 seperti yang digambarkan oleh Karl Marx. Kapitalisme muncul dan bermula dengan dasar persaingan merdeka, tanggungjawab sendiri dalam perekonomian dan hak milik prive atas alat-alat penghasilan. Untuk mempertahankan keuntungan besar kaum kapitalis, senantiasa memperbaiki kedudukan organisasi perusahaan para kapital. Organisasi menjadi faktor produksi yang terkemuka dalam perekonomian kapitalis. Maka pimpinan perusahaan pindah dari tangan pemilik kapital kepada tangan yang mengatur organisasi (Hatta, 2015). 



Pembahasan

Seiring berkembangnya zaman, tepatnya di Indonesia. Kapitalisme secara tidak sadar hadir dalam aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia, yaitu Pendidikan. Proses pendidikan yang diajarkan melalui sekolah dengan tujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas nantinya. Secara garis besar, itu merupakan hal yang wajar, tapi semakin tidak wajar ketika ditambah dengan unsur uang. 


Dalam pasal 28(C) ayat 1 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dijelaskan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Kemudian juga didukung dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berisikan (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun pada penerapannya, pemerintah justru mengambil untung dalam bidang pendidikan dengan mematok harga untuk bisa memperoleh pendidikan yang setara. Dengan begitu pendidikan hanya akan diperoleh untuk orang yang memiliki uang, sementara yang berada dalam lingkaran kemiskinan hanya bisa menunggu kapan roda keberuntungan berpihak pada mereka. 


Peminat pendidikan yang kurang, membuat daya tampung peserta didik semakin kecil dan segmented. Hal itu yang membuat banyak orang berbondong-bondong untuk mendapatkan bangku sekolah karena hanya diisi oleh orang yang ber-uang atau orang yang nekat. Hal ini juga menjadi kekhawatiran kita tentang mutu, sebab hasil temuan penelitian C.E. Beeby (1981) --yang membenarkan teori Philip H. Coombs menyatakan bahwa semakin membanjirnya jumlah peserta didik akan berdampak pada kemungkinan mutu atau kualitas pendidikan yang menurun. 


Jika berkaca pada pendidikan di Indonesia yang juga menurun, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Bukan hanya seputar sistem kapitalis yang diterapkan di pemerintahan terhadap pendidikan, tapi juga terkait beberapa aspek penunjang pendidikan.


JEJAK JEJAK KAPITALIS DALAM PENDIDIKAN INDONESIA


Negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kemakmuran yang dialami oleh penduduknya. Bukan hanya makmur secara ekonomi, tapi juga makmur secara pemikiran yang ditunjang melalui pendidikan. Jika negara menjadi penanggung jawab atas keberhasilan pendidikan, maka pembahasannya tidak akan jauh dari bagaimana pemerintah membuat kebijakan pada aspek pendidikan. Seberapa concern pemerintah terhadap kasus-kasus putus sekolah yang dialami anak-anak Indonesia. Justru, pemerintah menjadi akar dari sistem kapitalisme pendidikan di Indonesia. 


Utang negara yang menumpuk, membuat fokus negara bukan lagi untuk menciptakan sumber daya yang berkualitas, tapi untuk menciptakan sumber penghasilan yang berkualitas. Ketidakseriusan pemerintah dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia terlihat dari kapasitas penggunaan APBN sebanyak 20% untuk bidang pendidikan atau setara dengan 660 triliun rupiah. Bukan jumlah yang sedikit, juga bukan jumlah yang banyak untuk pendidikan Indonesia yang belum merata. Meski kapasitas 20% APBN di sektor pendidikan sudah tertera dalam Pasal 31 ayat 4 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, tapi untuk menangani permasalahan pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas kedepannya, rasanya terlalu menggampangkan. 


Dengan dana segitu, membuat instansi pendidikan mulai mengeksploitasi segala hal untuk tetap mendapat untung atau setidaknya tidak mengeluarkan banyak uang. Salah satunya adalah tenaga pendidik, khususnya yang masih berstatus honorer yang dieksploitasi untuk mengajar sekian lama dengan upah yang tidak sesuai dengan jasa mereka. Sangat wajar rasanya jika kualitas peserta didik yang seadanya dipengaruhi oleh tenaga pendidik yang mengajar hanya seadanya karena gaji yang juga seadanya. 


Bukan berarti tidak ada SDM yang memadai sebagai tenaga didik. Banyak sekali perguruan tinggi bekas IKIP yang mencetak banyak generasi guru baru, seperti halnya UNJ. Namun, yang jadi masalah besar adalah pemerintah kini lepas tangan dengan tidak memberikan dana sepenuhnya kepada perguruan tinggi. Melalui program Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), membuat beberapa perguruan tinggi bersikeras untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Dari harga UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang melejit, ditambah dengan fasilitas kampus yang kurang memadai. 


Harga UKT yang ‘ugal-ugalan’ inilah yang membuat peserta didik di Indonesia enggan untuk melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Pemerintah seperti ingin terima beres, tanpa mengeluarkan dana, lalu menikmati SDM yang berkualitas dari pajak yang mereka berikan. 


Hal ini semakin sejalan dengan program Kurikulum Merdeka yang baru saja dibuat pada tahun 2022 lalu. Kurikulum yang ‘memerdekakan’ peserta didik untuk belajar, bukan hanya belajar secara akademik, tapi juga non-akademik. Hal ini ditunjukkan melalui program P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) yang menekankan pada kreasi pelajar untuk membuat projek di setiap semesternya, dengan menggabungkan pelajaran lintas ilmu untuk mengamati dan menemukan solusi terhadap permasalahan di sekitar. 


Dengan kata lain, peserta didik dipersiapkan menjadi pekerja setelah lulus dari SMA (lain hal dengan SMK yang sedari awal ditujukan untuk langsung bekerja). Semakin cepat pemerintah mendapatkan uang dari pajak pekerja, utamanya dari pelajar yang baru lulus, semakin cepat pula pemerintah melunaskan hutangnya.  


Simpulan

Pada dasarnya, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Dari manusia yang sebelumnya tidak menggunakan akalnya, menjadi manusia yang menggunakan akalnya. Pemerintah seharusnya mewadahi hal tersebut, memberikan wadah kepada rakyat untuk menuntut ilmu, bukan memberikan wadah untuk mengeksploitasi kinerja mereka demi keuntungan sepihak. 


Posting Komentar

0 Komentar