[DILEMA] - MENUJU INDONESIA EMAS 2045 : DIGITALISASI MENYELIMUTI PENDIDIKAN

 


Judul: Menuju Indonesia Emas 2045 : Digitalisasi Menyelimuti Pendidikan

Oleh: Dian Jesica Simanjuntak

Dalam pengenalan visi menuju Indonesia Emas 2045, salah satu pilarnya menekankan kepada aspek ‘Pengembangan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi’. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia 100 tahun nanti, Indonesia juga berorientasi pada sumber daya manusia yang kompeten dalam pendidikan, khususnya pendidikan yang berselimut digitalisasi. Tentu saja, saat ini peran teknologi telah masuk ke dalam setiap ranah pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah, baik dalam strategi pembelajaran hingga media yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran sehingga tujuan pendidikan di dalam kurikulum bisa tercapai. ‘Inovatif’ dapat dijadikan prinsip utama dalam pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan, sebab proses adopsi, adaptasi dan transformasi yang ada di dalamnya membangun pondasi baru tentang cara mendidik peserta didik  hingga penyajian pembelajaran yang lebih maju. 


Digitalisasi tidak hanya memudahkan proses pembelajaran, seperti tatap muka secara online atau daring, tetapi juga membuka peluang bagi guru dan peserta didik untuk terlibat langsung dengan media pembelajaran yang mengikuti perkembangan zaman, khususnya pada era revolusi industri 4.0 bahkan 5.0. Peran teknologi dalam pendidikan juga memberikan kepekaan kepada peserta didik untuk lebih kritis terhadap yang akan dibaca untuk bahan belajar, sebab keterbatasan pengetahuan akan suatu hal akan beresiko di kemudian hari. Digitalisasi juga menawarkan pola pikir peserta didik yang lebih berkembang, khususnya dalam penemuan dan penelitian— kerap kali mahasiswa/i di Indonesia menemukan, mengembangkan, memodifikasi sesuatu atau banyak hal dengan atau menggunakan peran teknologi.


Menuju Indonesia Emas 2045, tentunya bukan lagi kalimat yang asing di sebagian besar penduduk asli Indonesia. Hal ini tentunya sudah menjadi sorotan khalayak umum untuk terus mengawal cita-cita bangsa demi kemajuan di kancah internasional. Akan tetapi, mengingat peribahasa “tak ada gading yang tak retak” — yang berarti “tak ada sesuatu yang sempurna” maka dapat dimaknai juga bahwa boleh saja strategi perencanaan terhadap pilar-pilar menuju cita-cita tersebut telah dirancang dengan maksimal, akan tetapi eksekusinya nanti pasti mengalami hambatan dan tantangan. Tidak hanya peran serta guru dan peserta didik, tetapi pemerintah dan berbagai pihak lainnya juga perlu mempertimbangkan resiko kendala yang akan dihadapi nanti, baik keterbatasan akses, tantangan beradaptasi terhadap teknologi hingga kesiapan kurikulum di masa mendatang. 


Tak sampai disitu, saat ini saja negara sudah mulai berhadapan dengan fenomena AI atau kecerdasan buatan yang secara langsung mengisi setiap perjalanan kehidupan— memang terkesan memudahkan pekerjaan manusia, tetapi hal ini menjadi tidak baik ketika banyak mahasiswa/i yang terlalu mengandalkannya secara berlebihan sehingga meninggalkan buku-buku untuk sumber baca untuk belajar. Adapun plagiarisme, hal ini menggambarkan ada wujud malas berpikir dan berproses dalam menuntut ilmu sehingga cenderung kepada hal instan yang tidak membuat otak berkembang dan melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya.

Posting Komentar

0 Komentar